Salah seorang warga Kampung Pulo, Sindi, menceritakan perubahan yang dia alami sejak pindah ke Rusunawa Jatinegara Barat dari tempat tinggal asalnya di Kampung Pulo.
Salah satu perubahan besar adalah pendapatan bulanannya yang menurun drastis. Sindi mengatakan ketika masih tinggal di Kampung Pulo, dia memiliki empat rumah yang dikontrakkan.
Dari rumah tersebut, tiap bulan Sindi bisa mendapat penghasilan tetap. "Ada yang harganya Rp 650.000, Rp 700.000. Macam-macam. Biasanya tiap bulan kan masuk ya uang sewanya ke kantong kita," ujar Sindi di Kampung Pulo, Rabu (26/8/2015).
Sindi mengatakan keempat rumah tersebut atas nama dia. Sehingga, ketika waktu penggusuran tiba, dia hanya mendapatkan satu unit rusun untuk mengganti empat rumahnya.
Secara otomatis, usaha menyewakan rumah yang dia lakukan pun berhenti. Penghuni kontrakannya pun harus pergi. "Makanya itu. Biasanya kan sewain ke orang, eh sekarang malah harus bayar sewa buat diri sendiri. Kan tinggal di rusun bayar Rp 300.000 sebulan," ujar Sindi.
Untungnya, Sindi masih memiliki satu warung yang berukuran cukup besar. Warung miliknya itu tidak masuk dalam lokasi penggusuran sehingga tidak dirobohkan. Pemasukan yang dia dapat dari warung itu pun menjadi andalannya sementara waktu ini.
Sindi mengaku sudah pasrah dan tidak mau memikirkan rumahnya yang dihancurkan itu. Menurut dia, semakin lama dia memikirkan rumahnya yang dulu, semakin sulit untuk diikhlaskan.
Dia juga bosan jika harus mengajukan komplain kepada pengelola rusun maupun Pemerintah Provinsi DKI. Sebab, dia yakin tidak akan didengar.
"Sudah habis daya upaya saya. Kalau kita mau berdebat sama pemerintah, pasti tetap aja kalah. Enggak bakal menang," ujar dia.
Salah satu perubahan besar adalah pendapatan bulanannya yang menurun drastis. Sindi mengatakan ketika masih tinggal di Kampung Pulo, dia memiliki empat rumah yang dikontrakkan.
Dari rumah tersebut, tiap bulan Sindi bisa mendapat penghasilan tetap. "Ada yang harganya Rp 650.000, Rp 700.000. Macam-macam. Biasanya tiap bulan kan masuk ya uang sewanya ke kantong kita," ujar Sindi di Kampung Pulo, Rabu (26/8/2015).
Sindi mengatakan keempat rumah tersebut atas nama dia. Sehingga, ketika waktu penggusuran tiba, dia hanya mendapatkan satu unit rusun untuk mengganti empat rumahnya.
Secara otomatis, usaha menyewakan rumah yang dia lakukan pun berhenti. Penghuni kontrakannya pun harus pergi. "Makanya itu. Biasanya kan sewain ke orang, eh sekarang malah harus bayar sewa buat diri sendiri. Kan tinggal di rusun bayar Rp 300.000 sebulan," ujar Sindi.
Untungnya, Sindi masih memiliki satu warung yang berukuran cukup besar. Warung miliknya itu tidak masuk dalam lokasi penggusuran sehingga tidak dirobohkan. Pemasukan yang dia dapat dari warung itu pun menjadi andalannya sementara waktu ini.
Sindi mengaku sudah pasrah dan tidak mau memikirkan rumahnya yang dihancurkan itu. Menurut dia, semakin lama dia memikirkan rumahnya yang dulu, semakin sulit untuk diikhlaskan.
Dia juga bosan jika harus mengajukan komplain kepada pengelola rusun maupun Pemerintah Provinsi DKI. Sebab, dia yakin tidak akan didengar.
"Sudah habis daya upaya saya. Kalau kita mau berdebat sama pemerintah, pasti tetap aja kalah. Enggak bakal menang," ujar dia.
No comments:
Post a Comment