Penyanyi Kasidah. Julukan itu sempat disematkan pada grup musik legendaris asal Bandung, Bimbo. Maklum, lagu-lagu mereka, seperti Tuhan, Setiap Habis Ramadan, Lebaran Sebentar Lagi, atau Rindu Kami padamu Ya Rasul, seolah menjadi dendang yang wajib diperdengarkan selama Ramadan. Padahal, dari sekitar 900 lagu Bimbo, tak sampai 200 lagu yang bertema religius. Selebihnya, Bimbo menganut genre gado-gado. Ada irama pop, melayu, keroncong, bahkan dangdut.
"Kami mulai masuk lagu religius itu pada 1972. Baru setelah 1990, banyak pendatang menyanyikan tema-tema religius," kata Samsudin Hardjakusumah saat berbincang dengan detikcom di sela-sela geladi resik konser "Indonesia Menyanyi Bimbo", Rabu, 16 Desember 2015, di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta.
Pentolan Bimbo yang biasa disapa Sam itu menyebut Tuhan sebagai lagu pertama ciptaannya yang bertema religius. Lagu itu disisipkan dalam album yang berisi 10 lagu pop. Masyarakat menyambut lagu itu dengan antusias. "Saya membuatnya hanya setengah jam. Saat di masjid, saya dapat inspirasi, terus pulang dan menuliskannya," ujar Sam.
Bimbo bersama ibunya, Uken Kenran atau yang sering disapa Indung. (Repro. Dikhy Sasra/Detikcom)
|
Tak semua lagu dibuat secepat kilat. Ada lagu yang butuh waktu berbulan-bulan, bahkan hingga tiga tahun, untuk merampungkannya. Judulnya Siti Maryam. Sam mengaku sempat meminta bantuan penyair Taufiq Ismail untuk membuatkan liriknya, tapi tak kunjung nyambung. "Saya bingung. Tapi akhirnya tahun ketiga saya bikin sendiri, jadi."
Pada awal kemunculan Bimbo dengan lagu-lagu religius, tak semua masyarakat happy. Ada segelintir orang yang mempersoalkan kiprah mereka dan menyebut Bimbo telah menyimpang dari ajaran Islam. Mereka juga dituding berbuat bid'ah karena menggunakan alat-alat musik modern. Tapi Bimbo tak mau membuang-buang energi meladeni tudingan semacam itu. "Saya cuma bilang, mikrofon untuk azan di masjid itu di zaman Nabi kan enggak ada, jadi haram juga."
***
Bimbo mulai menapaki belantara musik Indonesia pada awal 1967. Saat pertama kali tampil di layar TVRI dengan gitar akustik, mereka membawakan repertoar Latin, seperti Besame Mucho karya Consuelo Velazquez hinggaMalaguena Salerosa karya Elpidio Ramirez. Harmonisasi vokal Bimbo dikenal khas dan punya karakter kuat, sehingga mereka bisa menembus industri musik.
Menurut Sam, nama Bimbo merupakan pemberian Hamid Gruno, pencari bakat di TVRI. Saat ditanya soal artinya kala itu, Hamid cuma meyakinkan bahwa nama itu bagus, keren. Ada juga yang kemudian menyebut nama itu berasal dari bahasa Spanyol atau Italia, yang artinya "roti untuk sarapan pagi". "Saya sih bilang artinya bagus," ujar Sam sambil tertawa kecil.
Adiknya, Darmawan Hardjakusumah alias Acil, menyebut darah seni yang mengalir dalam tubuh mereka berasal dari ayah dan kakeknya. Ayahnya, Dajat Hardjakusumah, yang berprofesi sebagai wartawan ekonomi diLembaga Kantor Berita Nasional Antara, suka menembang Cianjuran. Sedangkan kakek dari ibu dikenal sebagai tukang silat dan pencipta lagu. "Jadi kami punya jiwa seni yang diturunkan dari generasi orang tua kami dan kakek kami," ujar Acil, yang biasa menyanyi dalam nada-nada sopran.
Tatang Sumarsono, wartawan dan penulis buku Sajadah Panjang Bimbo, menyebut para personel Bimbo meniti karier dari bawah. Mereka pernah mengamen dari pub-pub hingga hotel-hotel di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat. Bahkan, ketika salah satu adiknya akan menikah dan tak ada biaya, Bimbo pernah mengamen selama tiga bulan nonstop di Singapura pada 1970.
"Ngamen di Singapura itu sebenarnya perjalanan untuk membubarkan diri. Bertepatan juga dengan rekaman album pertama, yang sebenarnya untuk kenang-kenangan saja," ujar Tatang saat dihubungi melalui telepon, Selasa, 15 Desember lalu.
Sebelum ke Singapura, Bimbo sempat menyodorkan beberapa lagu kepada Remaco, perusahaan rekaman yang dipimpin Eugene Timothy. Tapi lagu-lagu mereka, di antaranya Melati dari Jayagiri karya Iwan Abdurahman danFlamboyan, ditolak karena dinilai tak komersial. Tapi, setelah Bimbo melakukan rekaman bersama Polydor dari Singapura dan mendapat sambutan hangat publik, Remaco pun menerima Bimbo. Komposisi laguMelati dari Jayagiri dan Flamboyan mengangkat prestise tersendiri bagi Bimbo dan tetap abadi hingga kiwari.
Pentas Trio Bimbo selama di Singapura menjadi salah satu berita di koran The Singapore Herald edisi 23 Desember 1970 ( Repro Dikhy Sasra)
|
Selain lagu-lagu pop bertema percintaan nan romantis, Bimbo populer berkat lagu-lagunya yang nakal dan jenaka. Menurut Tatang, mereka menyampaikan kritik sosial kepada penguasa secara halus dan tidak agitatif, sehingga penguasa Orde Baru kesulitan menjeratnya. "Mereka pandai bermain lirik. Kritiknya lebih banyak menyentil," ujar Tatang seraya merujuk lagu Tante Sun.
Lagu yang dirilis pada 1975 itu bertutur tentang kiprah wanita paruh baya yang berprofesi sebagai pengusaha. Ia memanfaatkan kecantikan dan kemolekan tubuhnya untuk mendapatkan proyek-proyek bisnis.
Tapi, dalam konser yang melibatkan sejumlah penyanyi kondang, seperti Vina Panduwinata, Sandhy Sondoro, dan Candil serta pemain harpa Maya Hasan, lagu itu tak disertakan. Saat geladi resik, Vina terdengar melantunkan laguOm Boyke. Lagu itu mengisahkan lelaki paruh baya yang menjadi hidung belang. Vokal suara Vina yang serak-basah terasa pas dengan tingkahnya yang genit-manja.
Bergaya seperti anak muda/Rambutmu mulai putih beruban/
Kiranya kau lupa umur berapa/Om Boyke yang keren, remaja tua...
Dalam konser yang digelar di Teater Jakarta TIM pada Kamis, 17 Desember lalu, itu, total ada 25 lagu populer Bimbo yang ditampilkan. Dari jumlah lagu itu, Bimbo hanya melantunkan lima lagu, yakni Balada Seorang Biduan, Romantika Hidup, Pacarku Manis, Sendiri, serta Antara Kabul dan Beirut.
Sejumlah tokoh menonton konser tersebut, di antaranya mantan presiden Megawati Soekarnoputri beserta kakaknya, Guntur Soekarnoputra, mantan Menteri Lingkungan Hidup Prof Emil Salim, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan wakilnya, Djarot Saiful Hidayat, serta Duta Besar Amerika Serikat Robert O. Blake Jr.
No comments:
Post a Comment