Monday, September 21, 2015

Berguru ke "Pintu Gerbang Eropa"

Selama empat hari, 20-23 September, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berkunjung ke Rotterdam, Belanda, untuk melihat cara mengelola air. Dengan jadwal kunjungan yang cukup padat, Basuki berharap bisa membawa pulang sebagian teknologi pengelolaan air yang sudah berusia ratusan tahun dari kota yang disebut "Pintu Gerbang Eropa" itu.

Basuki bertolak dari Jakarta Sabtu (19/9) malam. Begitu tiba di Rotterdam, dia langsung disambut sederet acara. "Sebetulnya saya tidak perlu pergi. Saya bisa saja nonton dari Youtube. Namun, Wali Kota Rotterdam (Ahmed Aboutaleb) sudah tiga kali ke Jakarta. Beliau bilang jelas beda antara video dan kenyataan," ujar Basuki, akhir pekan lalu.

Ada 17 orang yang bertolak ke Rotterdam bersama Basuki. Mereka adalah unsur Dinas Tata Air, Biro Kerja Sama Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri (KDH/KLN), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, staf khusus gubernur, serta BUMD dari PT Jakarta Propertindo dan PT Pembangunan Jaya. 

Mereka akan mengunjungi pelabuhan hasil reklamasi Maasvlakte 2, bendungan bergerak Keringhuis, sistem pompa terbesar Belanda di Ijmuiden, dan stasiun pengelolaan air limbah di Vlaardingen. Rombongan juga melihat proyek-proyek mitigasi perubahan iklim berupa plaza air (water plaza) dan penampungan air (water retention).

Rotterdam merupakan kota terbesar kedua di Belanda dengan populasi sekitar 700.000 orang. Terletak di delta tiga sungai, Rhine, Meuse, dan Scheldt, posisinya sebagian besar di bawah permukaan air laut dengan titik terendah hingga -6,4 meter. Kendati demikian, Rotterdam tak pernah dilanda banjir. Bahkan, Rotterdam berhasil mereklamasi pantai yang kini menjadi pelabuhan terbesar di Eropa.

Maruhal, mantan peserta Dutch Training and Exposure Program (DUTEP) untuk pegawai negeri sipil Pemprov DKI Jakarta, menuturkan, tata kelola air di Rotterdam sudah berusia 725 tahun. Hal terpenting dari tata kelola ini, menurut dia, adalah adanya kesadaran kolektif tentang risiko hidup di kota di bawah permukaan laut.

Rotterdam, lanjut dia, sering menghadapi hujan dengan intensitas tinggi dalam waktu singkat. Mereka perlu tempat untuk menampung sementara air hujan lalu didistribusikan ke sungai atau digunakan kembali agar tidak terjadi banjir.

Plaza air adalah contoh menarik karena saat kering, tempat itu jadi ruang terbuka publik untuk lapangan basket atau panggung. Di bawahnya terdapat tampungan air raksasa. "Hal semacam ini sangat bisa diterapkan di Jakarta," ujarnya.

No comments:

Post a Comment