Perwakilan warga Bidaracina, Jatinegara, Jakarta Timur, menggunakan kesempatannya bertemu dengan anggota DPRD DKI untuk mengadukan masalah status kepemilikan tanah mereka. Salah satu tim advokasi yang juga merupakan warga Bidaracina, Astriyani, menceritakan kepada anggota Dewan mengenai masalah itu.
"Jadi kata Pemprov DKI, ada dua kepemilikan tanah itu. Satu milik Pemprov DKI dan satu lagi milik orang bernama Hengky Saputra. Tetapi 80 persen tanah yang akan digusur klaimnya dimiliki Hengky ini. Itu semua baru disebutkam resmi itu Juni 2015," ujar Astriyani di Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat Selasa (8/9/2015).
Sementara, Astri dan warga Bidaracina lainnya mengaku tidak pernah mengenal Hengky. Dia sendiri menjamin bahwa Hengky tidak tercatat sebagai warga Bidaracina.
Kata Astri, warga yang tinggal di Bidaracina bukanlah warga baru. Mereka sudah tinggal di kawasan tersebut lebih dari 70 tahun. (Baca: Ahok Mau Minta Polda Pimpin Penggusuran, Ini Kata Warga Bidaracina)
Selama itu, tidak pernah ada orang bernama Hengky yang mendatangi kawasan mereka dan melakukan klaim atas tanah itu.
"Kami itu tinggal di sana sudah puluhan tahun. Kita engga kenal nih siapa Hengky, mahluk macam apa. Kalau itu tanah orang, pasti dia datang dan dia pagari. Tetapi dari masa Pak Ali Sadikin, enggak pernah ada namanya klaim itu milik Hengky. Baru pas ketemu Gubernur kita baru tahu tanah itu atas nama Hengky dan Pemda juga," ujar dia.
"Ada hubungan apa Pemprov dengan Hengky?" ujar Astri bertanya. Selain itu, Astri mengatakan warga juga memiliki sertifikat di lahan yang disebut Pemprov DKI dimiliki oleh Hengky Saputra. (Baca: Bagaimana Rencana Penertiban di Bidara Cina?)
Hal tersebut membuat situasi menjadi semakin rumit. Keanehan lain, kata Astri, jika memang tanah tersebut dimiliki oleh Hengky, dia heran kenapa Pemprov DKI yang harus turun melakukan penertiban.
"Kita minta pembatalan sertifikat hak pakai Pemprov dengan Hengky. Karena sekarang kan sengketanya tanah, kalau dimiliki oleh Henky berarti ini jadi masalah individu ke individu dong. Satpol PP sudah enggak punya kewenangan lagi ikut proses. Saat eksekusi biasanya juga oleh juru sita," ujar Astri.
Lebih dari 10 orang warga Bidaracina, Jatinegara, Jakarta Timur, datang ke gedung DPRD DKI untuk mengadukan rencana penertiban tempat tinggal mereka oleh Pemerintah Provinsi DKI. Mereka bertemu dan berdiskusi dengan perwakilan Komisi D dan Komisi A DPRD DKI.
Anggota tim advokasi warga Bidaracina, Astriyani, menjelaskan ada beberapa permasalahan dalam proses penertiban daerah tersebut. Salah satunya adalah persoalan lahan yang akan ditertibkan tidak sesuai dengan analisis dampak lingkungan hidup (amdal).
"Di amdal hanya satu RT (rukun tetangga) yang digusur, tapi panitia pengukuran tanah berulang kali maunya enam RT," ujar Astriyani di gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Rabu (8/9/2015).
Astriyani juga mengeluh kepada anggota DPRD DKI mengenai proses persiapan penertiban yang dinilai tidak mendengarkan keinginan warga. Dia mengatakan ada sekitar 250 kepala keluarga yang rumahnya terancam dibongkar.
Pada Juli 2015 lalu, warga menerima pemberitahuan melalui surat perintah pengosongan dan pembongkaran. Dia pun menilai pemerintah terkesan enggan berdiskusi dengan warga.
"Di awal-awal agak intimidatif dan kami merasa dalan proses negosiasi, Pemprov semakin keras kepada kami," ujar Astriyani.
Astriyani juga mengadu mengenai pihak yang selama ini melaksanakan proses pembebasan lahan.
Berdasarkan peraturan, kata Astriyani, seharusnya Kementerian Pekerjaan Umum yang bertindak sebagai pelaksana pembebasan lahan. Sementara Pemerintah Provinsi DKI hanya mengawasi prosesnya saja.
"Tetapi dalam praktiknya, pengadaan tanah dilakukan oleh Pemprov. Apa alasan Pemprov ambil alih?" ujar Astriyani.
Sejumlah permukiman di Bidaracina, Jatinegara, Jakarta Timur, akan ditertibkan terkait proyek sodetan Ciliwung-KBT yang akan melintasi wilayah tersebut. Namun, rencana tersebut masih terkendala persoalan status tanah dan ganti rugi yang diminta warga.
"Jadi kata Pemprov DKI, ada dua kepemilikan tanah itu. Satu milik Pemprov DKI dan satu lagi milik orang bernama Hengky Saputra. Tetapi 80 persen tanah yang akan digusur klaimnya dimiliki Hengky ini. Itu semua baru disebutkam resmi itu Juni 2015," ujar Astriyani di Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat Selasa (8/9/2015).
Sementara, Astri dan warga Bidaracina lainnya mengaku tidak pernah mengenal Hengky. Dia sendiri menjamin bahwa Hengky tidak tercatat sebagai warga Bidaracina.
Kata Astri, warga yang tinggal di Bidaracina bukanlah warga baru. Mereka sudah tinggal di kawasan tersebut lebih dari 70 tahun. (Baca: Ahok Mau Minta Polda Pimpin Penggusuran, Ini Kata Warga Bidaracina)
Selama itu, tidak pernah ada orang bernama Hengky yang mendatangi kawasan mereka dan melakukan klaim atas tanah itu.
"Kami itu tinggal di sana sudah puluhan tahun. Kita engga kenal nih siapa Hengky, mahluk macam apa. Kalau itu tanah orang, pasti dia datang dan dia pagari. Tetapi dari masa Pak Ali Sadikin, enggak pernah ada namanya klaim itu milik Hengky. Baru pas ketemu Gubernur kita baru tahu tanah itu atas nama Hengky dan Pemda juga," ujar dia.
"Ada hubungan apa Pemprov dengan Hengky?" ujar Astri bertanya. Selain itu, Astri mengatakan warga juga memiliki sertifikat di lahan yang disebut Pemprov DKI dimiliki oleh Hengky Saputra. (Baca: Bagaimana Rencana Penertiban di Bidara Cina?)
Hal tersebut membuat situasi menjadi semakin rumit. Keanehan lain, kata Astri, jika memang tanah tersebut dimiliki oleh Hengky, dia heran kenapa Pemprov DKI yang harus turun melakukan penertiban.
"Kita minta pembatalan sertifikat hak pakai Pemprov dengan Hengky. Karena sekarang kan sengketanya tanah, kalau dimiliki oleh Henky berarti ini jadi masalah individu ke individu dong. Satpol PP sudah enggak punya kewenangan lagi ikut proses. Saat eksekusi biasanya juga oleh juru sita," ujar Astri.
Lebih dari 10 orang warga Bidaracina, Jatinegara, Jakarta Timur, datang ke gedung DPRD DKI untuk mengadukan rencana penertiban tempat tinggal mereka oleh Pemerintah Provinsi DKI. Mereka bertemu dan berdiskusi dengan perwakilan Komisi D dan Komisi A DPRD DKI.
Anggota tim advokasi warga Bidaracina, Astriyani, menjelaskan ada beberapa permasalahan dalam proses penertiban daerah tersebut. Salah satunya adalah persoalan lahan yang akan ditertibkan tidak sesuai dengan analisis dampak lingkungan hidup (amdal).
"Di amdal hanya satu RT (rukun tetangga) yang digusur, tapi panitia pengukuran tanah berulang kali maunya enam RT," ujar Astriyani di gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Rabu (8/9/2015).
Astriyani juga mengeluh kepada anggota DPRD DKI mengenai proses persiapan penertiban yang dinilai tidak mendengarkan keinginan warga. Dia mengatakan ada sekitar 250 kepala keluarga yang rumahnya terancam dibongkar.
Pada Juli 2015 lalu, warga menerima pemberitahuan melalui surat perintah pengosongan dan pembongkaran. Dia pun menilai pemerintah terkesan enggan berdiskusi dengan warga.
"Di awal-awal agak intimidatif dan kami merasa dalan proses negosiasi, Pemprov semakin keras kepada kami," ujar Astriyani.
Astriyani juga mengadu mengenai pihak yang selama ini melaksanakan proses pembebasan lahan.
Berdasarkan peraturan, kata Astriyani, seharusnya Kementerian Pekerjaan Umum yang bertindak sebagai pelaksana pembebasan lahan. Sementara Pemerintah Provinsi DKI hanya mengawasi prosesnya saja.
"Tetapi dalam praktiknya, pengadaan tanah dilakukan oleh Pemprov. Apa alasan Pemprov ambil alih?" ujar Astriyani.
Sejumlah permukiman di Bidaracina, Jatinegara, Jakarta Timur, akan ditertibkan terkait proyek sodetan Ciliwung-KBT yang akan melintasi wilayah tersebut. Namun, rencana tersebut masih terkendala persoalan status tanah dan ganti rugi yang diminta warga.
No comments:
Post a Comment