Wednesday, October 21, 2015

Dana Operasional Rp 50 M Dikritik, Ahok: Itu Untuk Bantuan Pendidikan dan Kesehatan

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menegaskan dana operasional sebesar Rp 50 miliar yang dikritik DPRD tidak seluruhnya digunakan untuk kepentingan operasional.  Sebagian digunakan untuk bantuan pendidikan dan kesehatan.

Dana operasional  yang diajukan dalam Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (PPAS) tahun 2016 dikritik Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik.

"Kalian masih ingat enggak dulu setiap tahun saya kembalikan Rp 3,8 miliar? Jadi dana operasional itu dibagi, ada sebagian kalau enggak salah 40 atau berapa persen kita taro di Biro KDH. Jadi ada minta bantuan, sumbangan semua itu dipakai," ujar Ahok di Hotel Sari Pan Pasific, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (21/10/2015).

"Kenapa uang operasional itu ada untuk bantuan-bantuan, sumbangan, beasiswa orang-orang sekolah, beliin kursi roda segala macam, termasuk menebus uang yang SPP-nya nyangkut itu semua pakai operasional. Itu untuk kepentingan masyarakat ada sumbangan, pernikahan, buat keamanan seperti buat TNI/Polri kan kita kasih makan kalau ada demo segala macam termasuk beresin Kali Ciliwung semua kamu kira miliar-miliar itu darimana duitnya? Itu uang operasional. Lalu buat kawinan kirim bunga semua dari operasional. Ada juga operasional lain-lain, saya bisa jamu orang makan, beli baju mau pameran atau bikin baju," lanjutnya.

Ahok menyebut uang itu sebagian diletakkan dalam rekening bank agar dapat tercatat setiap transaksinya. Dia juga hanya menggunakan dana operasional untuk membeli karangan bunga dan sebagainya.

"Makanya kemarin dengan KPK kita juga bahas operasional dipakai ke mana saja karena itu semua ada transkaskinya. Makanya saya tanya ada enggak kepala daerah yang taruh di bank? Hampir enggak ada," kata Ahok.

Uang operasional memang disediakan untuk kepala daerah. Namun Ahok sudah mewanti-wanti agar dana tersebut tidak  digunakan untuk kepentingan pribadi apalagi masuk ke kantong pribadi sebab tidak terhitung pajak.

Ahok juga berpesan kepada Presiden Joko Widodo untuk memperbaiki sistem dana operasional bagi setiap kepala daerah se-Indonesia. Dia menyebut alangkah lebih baik jika 10-20 persen dari dana operasional itu diperuntukkan bagi kepala daerah.

"Saya bilang ke Pak Jokowi, kalau ini enggak diperbaiki kasihan kepala daerah yang jujur. Harusnya mungkin 10-20 persen dari operasional boleh kita ambil sebagai masukan, masa gaji beda dengan BUMD. Kalau yang korup mah enggak peduli dia sekali ngemplang Rp 40-30 miliar saja bunga sudah dapat. Kasihan kepala daerah yang uangnya pas-pasan. Ini yang kita buka," terangnya.

Dia menegaskan dirinya selama ini hanya memakai dana operasional sebesar 0,1 persen. Padahal berdasarkan PP Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah, besaran biaya operasional gubernur dan wagub yang diizinkan hanya sebesar 0,15 persen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).

"Bisa enggak saya enggak mau balikin duit operasional? Boleh. Terus boleh enggak kita ngambil sapai 0,15 persen? Boleh. Saya hanya ambil 0,1 pakainya. Terakhir kita turunkan jadi 0,13 ini yang kita pakai. Taufik kan ingat dulu pernah nanya anak magang dibayar transport dari mana, operasional. Itu sudah ada kelompoknya. Jadi itu yang kita lakukan," tutup Ahok.

Sebelum ini, Taufik merasa jumlah tersebut terlalu besar. Apalagi hanya diperuntukkan bagi gubernur dan wagub.

"Untuk biaya operasional gubernur dan wagub, Rp 54 miliar menurut Anda gede enggak tuh? Sebulan berarti Rp 4,5 miliar. Anda tahu enggak DPRD itu setahun gaji itu dia dua orang kan, kami 106 orang itu gajinya Rp 59 miliar setahun untuk 106 orang. Gubernur dan wagub Rp 54 miliar berdua, DPRD enggak ada dana operasional," kata Taufik di Gedung DPRD, hari ini.

Taufik menganggap meski besaran dana operasional yang diajukan itu sudah sesuai dengan PP tersebut, namun Taufik keberatan kalau dana sebesar Rp 50 miliar yang diajukan itu diperuntukkan bagi dua orang. Sebab jika dijabarkan lebih lanjut, maka dalam sebulan biaya operasional itu per orang mencapai Rp 4,5 miliar. Sedangkan per harinya mencapai Rp 150 juta.

"Begini strukturnya biaya tidak langsung Rp 24.423.000.0000.0000, biaya langsungnya hanya Rp 30 triliun. Bacaan sederhananya membelanjakan Rp 30 triliun, ongkosnya Rp 24 triliun. Dulu ini diumpetin nggak pernah dibuka, sekarang kita mau tahu duit segitu apa saja. Oh ketemulah ini," kata politisi Gerindra ini.

"Kira-kira hemat enggak tuh gubernur? Kita mau kaji kenapa bisa segede itu gitu lho. PP-nya itu bunyinya paling rendah kita kan punya APBD di atas Rp 500 miliar, paling rendah Rp 1,2 miliar maksimumnya 0,13 persen dari PAD, itu kan maksimum," lanjutnya.

Taufik meminta waktu untuk pihaknya mengkaji ulang besaran dana operasional gubernur dan wagub dalam KUA-PPAS 2016. Dia merasa besaran tersebut tidak efektif. 

No comments:

Post a Comment