Anggaran pembangunan pembangkit listrik micro hydro di Kabupaten Deiyai, Papua, diperkirakan menelan biaya hingga Rp 225 miliar. Dari pemeriksaan penyidik KPK, diketahui bahwa tersangka dugaan penerima suap Dewie Yasin Limpo meminta commitment fee sebesar sepuluh persen dari total anggaran.
"Awalnya DYL minta fee 10 persen. Akhirnya ditawar, jadinya 7 persen," kata sumber di KPK, Kamis (22/10).
KPK memastikan anggota DPR komisi VII, Dewie Yasin Limpo alias DYL sebagai tersangka penerima suap dugaan kasus proyek pengembangan pembangkit listrik mikrohidro di Papua. Dewie terkena tangkap tangan KPK di Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Selasa (20/10) malam.
Dewie dikenakan pasal 12 a atau b pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi. Sementara pelaku suap diganjar pasal 5 ayat i huruf a, atau pasal 13 Undang-undang 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah Undang-undang nomor 20 tahun 2001, pasal 55 ayat 1 KUHP.
Saat dikeluarkan dari Gedung KPK untuk dipindahkan ke rutan C1 KPK, Kamis (22/10) dini hari, politikus Hanura itu bersikeras jika dirinya tidak bersalah. Dia juga mengatakan dirinya tak pernah melihat dan menerima uang SGD 177.700 yang diberikan oleh tersangka Setiadi dan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Deiyai, Papua Ireniis Adii.
"Jangankan menerima, melihat saja saya tidak pernah," kata Dewie saat akan dipindahkan ke rutan C1 KPK.
Dalam kasus dugaan penerimaan suap proyek pengembangan pembangkit listrik microhydro di Kabupaten Deiyai, Papua, diketahui bahwa staf ahli Dewie Yasin Limpo, Bambang Wahyu Adi, juga meminta jatah sebesar tujuh persen dari total proyek.
Bambang meminta jatah tujuh persen itu kepada Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Deiyai, Papua Ireniis Adii.
"BWH berperan aktif seolah-olah mewakili DYL dengan RB untuk menentukan nilai komitmen 7 persen dari total proyek," kata Plt Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, di Gedung KPK, Kamis (22/10).
Uang suap tersebut diberi agar anggaran proyek tersebut dimasukkan dalam anggaran tahun 2016 di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dalam menjalankan aksinya, Bambang bekerja sama dengan asisten pribadi Dewie, Rinelda Bandoso.
Bambang sendiri ditangkap Selasa (20/10) aekitar pukul 19.00 WIB di Bandara Soekarno-Hatta. Saat itu, Bambang tengah menemani Dewie Yasin Limpo menuju Makassar, Sulawesi Selatan.
Sebelumnya, Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi mengatakan, total proyek pembangunan pembangkit listrik microhydro tersebut bernilai ratusan miliar rupiah. Namun dirinya tidak menjelaskan secara rinci, berapa jumlahnya.
"Awalnya DYL minta fee 10 persen. Akhirnya ditawar, jadinya 7 persen," kata sumber di KPK, Kamis (22/10).
KPK memastikan anggota DPR komisi VII, Dewie Yasin Limpo alias DYL sebagai tersangka penerima suap dugaan kasus proyek pengembangan pembangkit listrik mikrohidro di Papua. Dewie terkena tangkap tangan KPK di Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Selasa (20/10) malam.
Dewie dikenakan pasal 12 a atau b pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi. Sementara pelaku suap diganjar pasal 5 ayat i huruf a, atau pasal 13 Undang-undang 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah Undang-undang nomor 20 tahun 2001, pasal 55 ayat 1 KUHP.
Saat dikeluarkan dari Gedung KPK untuk dipindahkan ke rutan C1 KPK, Kamis (22/10) dini hari, politikus Hanura itu bersikeras jika dirinya tidak bersalah. Dia juga mengatakan dirinya tak pernah melihat dan menerima uang SGD 177.700 yang diberikan oleh tersangka Setiadi dan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Deiyai, Papua Ireniis Adii.
"Jangankan menerima, melihat saja saya tidak pernah," kata Dewie saat akan dipindahkan ke rutan C1 KPK.
Dalam kasus dugaan penerimaan suap proyek pengembangan pembangkit listrik microhydro di Kabupaten Deiyai, Papua, diketahui bahwa staf ahli Dewie Yasin Limpo, Bambang Wahyu Adi, juga meminta jatah sebesar tujuh persen dari total proyek.
Bambang meminta jatah tujuh persen itu kepada Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Deiyai, Papua Ireniis Adii.
"BWH berperan aktif seolah-olah mewakili DYL dengan RB untuk menentukan nilai komitmen 7 persen dari total proyek," kata Plt Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, di Gedung KPK, Kamis (22/10).
Uang suap tersebut diberi agar anggaran proyek tersebut dimasukkan dalam anggaran tahun 2016 di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dalam menjalankan aksinya, Bambang bekerja sama dengan asisten pribadi Dewie, Rinelda Bandoso.
Bambang sendiri ditangkap Selasa (20/10) aekitar pukul 19.00 WIB di Bandara Soekarno-Hatta. Saat itu, Bambang tengah menemani Dewie Yasin Limpo menuju Makassar, Sulawesi Selatan.
Sebelumnya, Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi mengatakan, total proyek pembangunan pembangkit listrik microhydro tersebut bernilai ratusan miliar rupiah. Namun dirinya tidak menjelaskan secara rinci, berapa jumlahnya.
No comments:
Post a Comment