Ridwan Kamil sedang di persimpangan jalan, bertahan di kursi Wali Kota Bandung atau menuju Pilgub DKI 2017. Jika salah pilih jalan, karier politik Ridwan Kamil diyakini bisa habis.
Meski sudah dielus-elus tiga parpol, yakni Gerindra, PKS dan Golkar, pria yang karib disapa Emil itu belum membuat keputusan terkait Pilgub DKI. Emil mengaku masih perlu mengumpulkan informasi lebih jauh, termasuk mengkalkulasi kemungkinan menjungkalkan Ahok dari kursi DKI-1.
Kehati-hatian Emil membuat keputusan soal masa depan politiknya ini dianggap wajar. Jika salah pilih, Emil bisa mengakhiri karier politiknya lebih dini.
"Misal dia milih di DKI, kalau dia nggak menang, habis kariernya. Ikut Pilgub Jawa Barat nggak bisa, jabatan di Bandung harus dilepas, makanya dia masih nimang-nimang," komentar analis politik CSIS Arya Fernandes saat berbincang, Kamis (28/1/2016).
Selain Pilgub DKI, alternatif lain bagi Emil adalah Pilgub Jawa Barat (Jabar) yang juga akan digelar tahun 2017. Alternatif lainnya adalah tetap bertahan sebagai Wali Kota Bandung yang baru akan menggelar Pilwalkot pada tahun 2018.
Emil harus memilih salah satu di antara Pilgub DKI, Jabar atau bertahan di Bandung. Dengan aturan yang berlaku sekarang ini, Emil harus menanggalkan jabatannya di Bandung untuk bisa ikut di pilkada daerah lain.
"Kalau dia memilih Jakarta dan kalah, dia bisa nggak dapat semuanya," ujar Arya.
Menurut Arya, ada 4 faktor yang dipertimbangkan Emil saat ini terkait Pilgub DKI 2017. Pertama, Emil sedang mengukur mana yang potensi menangnya lebih besar, apakah Jakarta atau Jawa Barat. Kedua, peta di internal Gerindra yang saat ini sedang menjaring cagub DKI.
"Ketiga, dia masih melihat Ahok, pergerakan Ahok akan mempengaruhi dia maju atau tidak. Akan beda reaksinya maju lewat independen atau partai. Kalau independen, Kang Emil bisa mendekati partai-partai," ulas Arya.
Keempat, Emil diyakini akan mempertimbangkan faktor masa depan karier politiknya. "Dia akan mempertimbangkan mana yang lebih strategis untuk jenjang kariernya di kepemimpinan nasional. Jakarta yang menjadi barometer politik nasional, atau Jawa Barat yang potensi kenasionalnya juga besar karena memiliki jumlah konstituen besar," pungkas Arya.
Meski sudah dielus-elus tiga parpol, yakni Gerindra, PKS dan Golkar, pria yang karib disapa Emil itu belum membuat keputusan terkait Pilgub DKI. Emil mengaku masih perlu mengumpulkan informasi lebih jauh, termasuk mengkalkulasi kemungkinan menjungkalkan Ahok dari kursi DKI-1.
Kehati-hatian Emil membuat keputusan soal masa depan politiknya ini dianggap wajar. Jika salah pilih, Emil bisa mengakhiri karier politiknya lebih dini.
"Misal dia milih di DKI, kalau dia nggak menang, habis kariernya. Ikut Pilgub Jawa Barat nggak bisa, jabatan di Bandung harus dilepas, makanya dia masih nimang-nimang," komentar analis politik CSIS Arya Fernandes saat berbincang, Kamis (28/1/2016).
Selain Pilgub DKI, alternatif lain bagi Emil adalah Pilgub Jawa Barat (Jabar) yang juga akan digelar tahun 2017. Alternatif lainnya adalah tetap bertahan sebagai Wali Kota Bandung yang baru akan menggelar Pilwalkot pada tahun 2018.
Emil harus memilih salah satu di antara Pilgub DKI, Jabar atau bertahan di Bandung. Dengan aturan yang berlaku sekarang ini, Emil harus menanggalkan jabatannya di Bandung untuk bisa ikut di pilkada daerah lain.
"Kalau dia memilih Jakarta dan kalah, dia bisa nggak dapat semuanya," ujar Arya.
Menurut Arya, ada 4 faktor yang dipertimbangkan Emil saat ini terkait Pilgub DKI 2017. Pertama, Emil sedang mengukur mana yang potensi menangnya lebih besar, apakah Jakarta atau Jawa Barat. Kedua, peta di internal Gerindra yang saat ini sedang menjaring cagub DKI.
"Ketiga, dia masih melihat Ahok, pergerakan Ahok akan mempengaruhi dia maju atau tidak. Akan beda reaksinya maju lewat independen atau partai. Kalau independen, Kang Emil bisa mendekati partai-partai," ulas Arya.
Keempat, Emil diyakini akan mempertimbangkan faktor masa depan karier politiknya. "Dia akan mempertimbangkan mana yang lebih strategis untuk jenjang kariernya di kepemimpinan nasional. Jakarta yang menjadi barometer politik nasional, atau Jawa Barat yang potensi kenasionalnya juga besar karena memiliki jumlah konstituen besar," pungkas Arya.
No comments:
Post a Comment