Kebijakan pembebasan pajak dan bumi bangunan (PBB) di DKI Jakarta telah resmi dimulai.
Namun,
peraturan ini tidak berlaku menyeluruh. Hanya lahan dan bangunan dalam
kategori tertentu yang dapat menikmati pajak Rp 0 itu.
Kepala
Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Agus Bambang Setyowidodo mengatakan,
pembebasan PBB hanya berlaku untuk tanah dan bangunan yang nilai jual
objek pajaknya (NJOP)-nya di bawah Rp 1 miliar, atau luas tanah dan
bangunannya di bawah 100 meter persegi.
Dengan catatan, lokasi tanah dan bangunan tersebut tidak berada di dalam area perumahan ataupun cluster.
"Jadi,
yang bebas pajak hanya rumah-rumah yang di permukiman biasa, yang bukan
perumahan. Kalau perumahan, cluster, ruko, dan apartemen tetap bayar
pajak," kata Agus kepada Kompas.com, Senin (15/2/2016).
Meski
demikian, Agus menyebut ada pula tanah dengan luas 100 meter persegi
dan berada di di area non-perumahan yang dapat terkena pajak. Hal itu
terjadi apabila luas bangunannnya lebih dari 100 meter persegi.
Ia kemudian menyontohkan rumah yang terdiri atas lebih dari satu lantai.
"Kalau
tanahnya 100 meter persegi, tapi rumahnya tiga lantai, itu akan tetap
kena pajak. Karena luas bangunannya dipastikan lebih dari 100 meter
persegi," tutur Agus.
Pembebasan PBB di DKI Jakarta memang
direncanakan dimulai pada tahun 2016. Diberlakukannya kebijakan ini
bertujuan untuk membantu warga DKI Jakarta dari kalangan menengah ke
bawah, terutama bagi mereka yang menempati rumah yang diwariskan oleh
orang tuanya.
Menurut Agus, perkembangan yang pesat di suatu
kawasan terkadang menyebabkan warga yang menempati rumah warisan orang
tuanya harus menanggung PBB yang tinggi akibat peningkatan harga tanah.
"Mereka
hanya terkena dampak dari pesatnya pembangunan di sekitar tempat
tinggalnya. Makanya yang seperti itu yang kita bantu," ucap Agus.
Agus
menilai, kejadian yang sama hampir dapat dipastikan tidak terjadi bagi
pemilik tanah dan bangunan untuk kategori perumahan, cluster, ruko, dan
apartemen.
No comments:
Post a Comment