Tuesday, February 9, 2016

Apa Kata Ahok soal Efdinal yang Diganti dari Posisinya di BPK DKI?

 Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama enggan mengomentari penggantian Efdinal dari posisi Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta.
"Iya, saya sudah baca beritanya. Itu urusan BPK-lah," kata Basuki di Balai Kota, Selasa (9/2/2016).
Di sisi lain, ia membantah memengaruhi penggantian Efdinal dari posisinya.
Selain itu, ia juga tak mempermasalahkan kasus dugaan penyalahgunaan anggaran dalam pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras terus berjalan.
"Enggak apa-apa, jalan saja. Kalau masuk pengadilan, ditanya-tanya jadi lebih bagus," kata Basuki.
Efdinal digantikan oleh Syamsuddin yang sebelumnya menempati posisi sebagai Kepala Auditorat VA Auditorat Keuangan Negara V.
Efdinal ditempatkan sebagai pejabat fungsional di kantor pusat. Efdinal sempat dilaporkan Indonesia Corruption Watch (ICW) ke Mahkamah Kehormatan dan Kode Etik (MKKE) BPK RI pada November lalu.
Ia diduga sudah menyalahgunakan wewenang atas kepemilikan empat bidang tanah di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondok Kopi, Jakarta Timur. (Baca: Kepala BPK DKI Resmi Diganti)

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama melaporkan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Efdinal ke Majelis Kehormatan Kode Etik BPK. 

Basuki menganggap Efdinal tendensius dalam mengaudit pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat. 

Basuki merasa tak pernah ditemui sebelumnya oleh Efdinal untuk memberi keterangan perihal pembelian lahan untuk pembangunan rumah sakit kanker di Jakarta tersebut.  

"Makanya, saya bilang BPK DKI itu tendensius, menuduh sesuatu sama Pak Efdinal. Kami lapor kepada Majelis (Kode) Etiknya BPK," kata Basuki di Balai Kota, Kamis (29/10/2015). 

Karena itu, BPK menurunkan tim untuk memperpanjang waktu audit investigasi. 

Awalnya, audit investigasi dilaksanakan selama 60 hari. Kini ditambah 20 hari lagi menjadi 80 hari pelaksanaan audit investigasi. 

Menurut Basuki, BPK DKI menginginkan Pemerintah Provinsi DKI batal membeli lahan RS Sumber Waras. 

Dugaan indikasi kerugian daerah yang mencapai Rp 191 miliar harus dijual kembali. 

"Ini barang sudah dibeli dengan harga di bawah NJOP (nilai jual obyek pajak). Kalau saya kembalikan, kerugian daerah enggak? Kerugian juga," kata Basuki.  

Jika DKI menjual balik, harus ada pembayaran pajak dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). 

Lagi pula, lanjut Basuki, Pemprov DKI sudah membeli lahan tersebut dan turut disepakati oleh DPRD DKI dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Perubahan 2014. 

Karena itu, pembelian lahan tidak bisa dibatalkan. 

"Yang dibalikin, pengelola RS Sumber Waras mau enggak beli lagi lahan dengan harga (NJOP) sekarang? Harga sudah lebih tinggilho, ya enggak mau," kata Basuki.  

Pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras menggunakan NJOP yang berlaku pada tahun pembelian, tahun 2014. 

Pembelian lahan RS Sumber Waras, ujar dia, telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah. 

Total pembelian lahan sebagian lahan RS Sumber Waras sebesar Rp 755 miliar. Pembelian jauh di bawah harga pasar lahan tersebut per 15 November 2014 Rp 904 miliar. 

"Ya sudah ini namanya tendensius. Buat saya DPRD (pansus) juga begitu mah lucu saja. Enggak apa-apa makin lucu saja mereka begitu," kata Basuki.

No comments:

Post a Comment