Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Agus Bambang Setyowidodo mengatakan, pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) tidak mewajibkan seorang wajib pajak memiliki sertifikat tanah.
Bambang mengatakan bisa saja ada warga yang rutin membayar PBB walaupun ia tidak tercatat sebagai pemilik tanah.
Agus kemudian memberi contoh soal seseorang yang memiliki tanah luas. Adapun PBB per tahun yang harus ditanggungnya mencapai Rp 20 juta. Akan tetapi, tanahnya itu kemudian disewakan kepada beberapa pihak.
"Nanti penyewa-penyewanya itu yang bayar PBB-nya yang sudah dipecah-pecah," ujar Agus kepada Kompas.com, Jumat (28/8/2015).
Namun, Agus mengaku belum tahu apakah hal yang sama berlaku terhadap warga penghuni bantaran Kali Ciliwung di Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan.
Ia mengatakan, apabila warga memang mengaku rutin membayar PBB, mereka diminta untuk menunjukkan bukti berupa adanya surat penagihan pajak terutang (SPPT).
"Pembayaran PBB ditandai dengan adanya bukti berupa SPPT. Nah, SPPT-nya itu ada atau tidak," ujar dia.
Sebelumnya, warga Bukit Duri mengakui tidak memiliki sertifikat tanah dan rumah tinggal di atas lahan yang mereka tempati. Meski demikian, mereka mengaku rutin membayar pajak setiap tahunnya.
Mereka mengaku membayar kepada pemilik kontrakan. Pemilik kontrakan menyebut bahwa mereka menyerahkan hal itu kepada Kantor Kelurahan Bukit Duri. Awalnya, mereka membayar Rp 75.000 per tahun.
Namun, belakangan hanya sebesar Rp 5.000. Menurut Agus, bila warga tidak dapat menunjukan SPPT karena tidak menerimanya, kemungkinan besar uang yang mereka bayarkan selama ini bukan tergolong sebagai PBB. "Kemungkinan besar ya itu pungli (pungutan liar)," ujar dia.
Bambang mengatakan bisa saja ada warga yang rutin membayar PBB walaupun ia tidak tercatat sebagai pemilik tanah.
Agus kemudian memberi contoh soal seseorang yang memiliki tanah luas. Adapun PBB per tahun yang harus ditanggungnya mencapai Rp 20 juta. Akan tetapi, tanahnya itu kemudian disewakan kepada beberapa pihak.
"Nanti penyewa-penyewanya itu yang bayar PBB-nya yang sudah dipecah-pecah," ujar Agus kepada Kompas.com, Jumat (28/8/2015).
Namun, Agus mengaku belum tahu apakah hal yang sama berlaku terhadap warga penghuni bantaran Kali Ciliwung di Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan.
Ia mengatakan, apabila warga memang mengaku rutin membayar PBB, mereka diminta untuk menunjukkan bukti berupa adanya surat penagihan pajak terutang (SPPT).
"Pembayaran PBB ditandai dengan adanya bukti berupa SPPT. Nah, SPPT-nya itu ada atau tidak," ujar dia.
Sebelumnya, warga Bukit Duri mengakui tidak memiliki sertifikat tanah dan rumah tinggal di atas lahan yang mereka tempati. Meski demikian, mereka mengaku rutin membayar pajak setiap tahunnya.
Mereka mengaku membayar kepada pemilik kontrakan. Pemilik kontrakan menyebut bahwa mereka menyerahkan hal itu kepada Kantor Kelurahan Bukit Duri. Awalnya, mereka membayar Rp 75.000 per tahun.
Namun, belakangan hanya sebesar Rp 5.000. Menurut Agus, bila warga tidak dapat menunjukan SPPT karena tidak menerimanya, kemungkinan besar uang yang mereka bayarkan selama ini bukan tergolong sebagai PBB. "Kemungkinan besar ya itu pungli (pungutan liar)," ujar dia.
No comments:
Post a Comment