Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menerbitkan Peraturan Gubernur
(Pergub) Nomor 259 Tahun 2015 tentang pembebasan pajak bumi dan bangunan
pedesaan perkotaan (PBB-P2) atas rumah, rusunawa, rusunami dengan NJOP
sampai dengan Rp 1 miliar.
Kebijakan itu telah terealisasi.
Seluruh wajib pajak yang nilai jual obyek pajak (NJOP) tempat tinggalnya
di bawah Rp 1 miliar tidak perlu membayar PBB-P2. Kebijakan ini tidak
berlaku bagi warga yang menetap di apartemen maupun perumahan cluster.
Hanya saja, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama justru mengaku bingung dan akan mengkaji ulang aturan itu.
"Sekarang
saya ketemu ada masalah. Tenyata banyak rumah di kampung, walaupun
rumahnya kecil, harganya di atas Rp 1 miliar," kata Basuki, di Balai
Kota, Senin (15/2/2016).
Ahok
mengatakan, harga tanah di Jakarta semakin mahal. Tanah dengan nilai
jual objek pajak (NJOP) di bawah Rp 1 miliar pun semakin sulit
ditemukan.
Tak sedikit warga Jakarta yang merasa senang atas
kebijakan pembebasan PBB-P2 itu. Namun tak sedikit warga yang merasa
kebijakan ini nanggung.
Salah satunya adalah Sumartono
(74), seorang pensiunan yang menempati rumah dengan luas 280 meter
persegi dan NJOP di atas Rp 2 miliar. Sejak 2015, dia harus menyetor Rp
4,7 juta per tahun untuk bayar PBB-P2. Bangunan itu ditempatinya sejak
tahun 1970.
"Saya kan sudah pensiun, penghasilan pensiun saya
saja tidak sampai segitu. Sedangkan saya mesti bayar air, listrik, biaya
(pajak), itu berat buat saya," kata Sumartono.
Menanggapi hal itu, Ahok
mengkaji rencana lain. Apakah pembebasan PBB-P2 akan diberlakukan bagi
warga yang luas tempat tinggalnya 100 meter per segi atau syarat NJOP
ditingkatkan. Dengan syarat bentuk bangunan bukan unit apartemen maupun
perumahan cluster.
"Nah kami lagi hitung apakah menaikkan
(syarat pembebasan PBB-P2) dari nilai Rp 1 miliar menjadi Rp 1,5 miliar
atau Rp 2 miliar, atau saya pakai luas 100 meter persegi. Ini lagi
dikaji," kata Ahok.
Adapun awal pembuatan kebijakan ini sudah tercetus sejak September tahun 2015. Ahok mengatakan, kebijakan itu dilaksanakan untuk mewujudkan keadilan sosial. Ahok tak menginginkan pembayaran PBB-P2 membebani warga yang berpenghasilan pas-pasan.
"Kalau penghasilan kamu sama, berat kamu bayar (PBB-P2) yang naik. Apalagi pensiunan, anak sekolah punya KJP (Kartu Jakarta Pintar), pekerja harian lepas yang gajinya nilai setara UMP (upah minimum provinsi)," kata Ahok.
No comments:
Post a Comment